![]() |
Alm. Kak Roni |
Malam ini terasa begitu pekat, langit yang gelap menakuti rasa di balik atap rumah. Tidak seperti biasa, dahaga itu seakan menggerogoti tubuhku. Dahaga yang dulu pernah ku rasakan. Dahaga itu seakan menjadi kebiasaan. Namun, Kebiasaan itu kini mulai pudar. Sang pemberi dahaga telah berlalu bersama sang pencuri waktu. Kini, di tengah malam ini tinggal aku sendiri yang kecanduan.
Perlahan ku memegang alat masak
yang telah di gantung di dapur. Suasana
rumah pun sunyi. Tak ada satupun yang bersuara. Saya di dapur masih berharap.
Akan ada sosok yang datang menemaniku berbagi canda tawa. Sayang, suasana sudah
tidak seperti dulu lagi. Kini telah berubah 360 0C. Rumah yang
dahulu dihuni oleh para periang itu telah berubah menjadi bisu bak tak
berpenghuni. Pikiran saya tak pergi dari kelamnya dunia malam ini.
Sediiiiihhh….. terasa sampe ke hati yang paling dalam. Rotasi waktu telah
menelan sang periang itu. Saya masih terdiam bingung di ruangan ini (dapur).
Hancur rasanya, mengingat masa
itu. Lebih hancur lagi mengingat kaka besarku pergi tanpa pamit. Tepat seminggu sebelum saya pulang kampung. Hati
ini sangat, sangat, sangat, sangat, sangat, hancurrrrrrr. Saya tidak pernah
menyangka kalau dia juga akan pergi mengikuti jejak mereka yang telah pergi
dahulu. Entah mengapa ini bisa terjadi…? Terpaku ku disini. Mengangkat kepala
pun terasa berat. Banyak pertanyaan pun menari di dalam otak. Entah sama siapa
akan ku berikan pertanyaan ini tuk dijawab. Sampai saat ini saya belum tahu.
Sampai kapan saya akan jawab pertanyaan-pertanyaan itu. Orang-orang yang biasa
menjawab pertanyaan ini telah menolakku tuk menjawabnya karena mereka telah
memilih tuk menjadi pembisu.
Si dia, yang ku panggil sebagai
kk sekaligus bapa pun telah pergi. Rumah terasa hampa. Ruangan yang dulu selalu
ramai pun sekarang sudah tidak lagi. Hampir
tak ada pengunjung sama sekali. Lagu-lagu yang biasa 24 jam itu pun tak
ada. Sedih…. Malam ini mungkin harus ku habiskan sendiri bersama secangkir kopi
hitam. Semoga gelapnya malam ini tak sehitam kopi malam ini. Teringat jelas
cerita berdua saat tempo dulu. Berencana tuk membuat rumah di Kimi. Saya pikir
rencana itu akan menjadi kenyataan. Namun, di awal cerita ini, diapun telah
pergi. Sebenarnya tinggal selangkah lagi kita ingin menjadikannya sebagai
kenyataan tapi apalah daya. Kita tak bisa melawan kenyataan yang telah
ditetapkan oleh sang Pencipta.
Tak sadar, Ternyata saya yang
paling tua di rumah ini. Walaupun demikian, sebenarnya saya masih belum siap.
Tpi apa boleh buat, mau dan tidak saya harus menerima kenyataan ini. Saya Harus
berlatih dari sekarang, itulah tugas saya. Jangan sampai mereka (adik2) memilih
jalan yang salah. Mereka harus sukses. Saya harus mengarahkan mereka. Sama
halnya ketika kka bapa mengarahkanku sejak saya menuntut ilmu.
Terimakasih buat Alm. ka Yosina,
Alm. Ka Roni, Alm. Bapa, Alm. Om Motemoye, Alm.
Made Feronika. Kalian telah melukis jalan hidupku dengan kebahagiaan
yang tak dapat ku beli dengan berlian sekalipun. Kisah-kisah itu hanya tinggal
cerita. Akan aku ceritakan pada adik2 ini. Terimakasih juga karna dengan
ketiadaan kalian, Saya merasakan betapa berartinya hidup ini di sisa hariku.
Saya pun merasa bangga bisa ada di keluarga ini. Keluarga yang penuh canda
tawa. Terimakasih buat Tuhan Yesus yang telah mengijinkan kami bertemu dalam
keluarga ini. Walau hanya sebentar.
sangat terkesan, tidak ada kata yang dapat melukiskan rasaa, hanya perjuangan yang akan membenarkan kisah-kisah baru.
ReplyDelete