30 October 2009

Mahasiswa IPB Temukan Pupuk Ala 'Google'

Cara kerja mikroba penyubur tanah itu mirip mesin pencari 'Google'.

VIVAnews – Ali Zum Mashar, mahasiswa S3 program studi Ekonomi Sumber Daya Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB), berhasil menemukan mikroba yang dapat mengembalikan kondisi kesuburan tubuh. Berkat kejeniusannya, ia meraih penghargaan Hak Kekayaan Intelektual Luar Biasa tahun 2009.

Ali memberi nama mikroba temuannya
BIOP 2000Z. "Mikroba ini dapat mencari dan menemukan potensi tersembunyi yang ada di dalam tanah. Jadi kayak google (mesin pencari situs di internet) gitu," ucapnya kepada wartawan, Jumat, 30 Oktober 2009.

Mikroba temuannya mampu menyuburkan berbagai jenis tanah yang hendak ditanami. "Jadi, segala jenis tanah dapat disuburkan kembali. Meskipun tanah itu tanah bekas tambang, tanah berpasir, atau tanah gambut," katanya.

Dengan bantuan mikroba temuannya, sebidang tanah bekas tambang hanya membutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk dapat ditanami kembali. Hal itu lebih cepat 10 kali lipat dibandingkan dengan metode penyuburan konvensional tanah tambang yang membutuhkan waktu sekitar 30 tahun.

“Kami sudah menguji cobakan di daerah Kerengpangi, Kalimantan Tengah. Dengan menggunakan 3 liter mikroba untuk tiap hektarenya, Kerengpangi yang merupakan tempat penambangan emas dapat disuburkan kembali," Ali menjelaskan.

Sedangkan tanah berpasir, membutuhkan waktu yang lebih singkat. Dengan menggunakan mikroba sebanyak 8 liter per hektarenya, kesuburan tanah berpasir akan didapat dalam waktu tiga sampai empat bulan. Pemakaian mikroba ini juga dapat menghemat pemakaian pupuk.

Laporan: Ayatullah Humaeni| Bogor
BACA SELENGKAPNYA.....

10 October 2009

Pedasnya Cabe Untuk Membunuh Jamur

Rasa pedas pada cabai ternyata tidak dikhususkan buat manusia saja untuk melengkapi berbagai jenis masakannya. Peneliti di Amerika Serikat telah menemukan bahwa tanaman-tanaman cabai liar menghasilkan zat-zat kimia yang menimbulkan rasa pedas pada buahnya untuk digunakan merintangi jamur yang menyerang.Cabai pedas mengandung komponen aktif capsaicinoid: senyawa antimikroba yang menimbulkan sensasi pedas karakteristik pada cabai. Senyawa ini merupakan salah satu contoh dari berbagai jenis zat kimia yang pedas, pahit atau bahkan toksik yang ditemukan pada berbagai jenis buah – kemungkinan dihasilkan oleh tanaman untuk menghalangi predator-predator yang tidak diinginkan seperti mikroba. Manfaat
yang didapatkan ini melebihi efek zat-zat kimia tersebut terhadap hewan-hewan yang memakan buah tanaman untuk menyebarkan biji-bijinya, menurut hipotesis.

Tetapi seperti yang dijelaskan Joshua Tewksbury, dari Universitas Washington, Seattle, gagasan ini belum didukung oleh bukti bahwa kosumen dari jenis mikroba mempengaruhi sifat kimia buah pada tanaman-tanaman liar. Tewksbury dan rekan-rekannya, bersama dengan kolega di Florida dan Bolivia, menyelidiki tanaman-tanaman cabai liar, Capsicum chacoense, di sebuah daerah berjarak 200 mil dari Bolivia. Tanaman-tanaman ini rentan terhadap serangan jamur, yang ditransmisikan oleh hama yang melubangi buah cabai untuk mencari makan, sehingga menyisakan bekas yang berubah menjadi hitam ketika jamur menyerang.



Mereka menemukan bahwa tanaman cabai liar yang tumbuh di daerah dengan kelimpahan hama pencari makan tertinggi – sehingga kerentanan terhadap serangan jamur juga paling tinggi – cenderung hampir hanya terdiri dari varietas cabai pedas. Dan cabai-cabai yang memiliki jumlah bekas gigitan serangga sebanding mengalami lebih sedikit serangan jamur jika cabai-cabai tersebut pedas, dibanding jika tidak pedas. Sebuah eksperimen akhir yang mereka lakukan dengan menggunakan buah buatan yang kedalamnya dimasukkan capsaicinoid, menunjukkan bahwa zat-zat pedas kemungkinan bertanggungjawab secara langsung untuk penghambatan pertumbuhan jamur.

Paul Bosland, direktur Chile Pepper Institute di New Mexico State University, menyambut baik penelitian ini. "Kita sudah tahu bahwa cabai bersifat antibakteri dan anti-jamur, yang bisa menjadi salah satu alasan mengapa manusia mengkonsumsinya. Tewksbury dan rekan-rekannya telah melakukan penelitian yang sangat menarik dengan menunjukkan bahwa di alam, panas (capsaicinoid) cabai melindungi buahnya dari invasi jamur. Sehingga bukan hanya manusia yang mengambil manfaat dari capsaicinoid, tetapi juga memberi manfaat bagi tanaman cabai itu sendiri," kata dia.

Seperti jamur, kebanyakan mamalia dapat diusir dengan cabai, selama mereka tidak menikmati rasa pedas tersebut. Akan tetapi, burung-burung yang menyebarkan biji-biji cabai tidak memiliki reseptor untuk capsaicinoid. Penelitian Tewksbury sebelumnya terhadap tanaman cabai di Arizona, menunjukkan bahwa zat-zat kimia digunakan sebagai penarik burung dan pengusir predator dari jenis mamalia. Dia menganggap bahwa hasil penelitian dari Bolivia ini, yang kemungkinan merupakan daerah asal dari tanaman-tanaman ini, memiliki peranan yang lebih penting bagi evolusi tanaman ini. "Ada kemungkinan bahwa manfaat yang diperoleh dari berkurangnya serangan jamur lebih tinggi dibanding manfaat yang diperoleh dengan berkurangnya konsumsi oleh mamalia (untuk perkembangbiakan tanaman), karena patogen buah dari jenis jamur terdapat dimana-mana dan fakta bahwa jamur-jamur mencari target jauh lebih lama dibanding mamalia," kata Tewksbury.

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/


BACA SELENGKAPNYA.....

Bayam Bisa Mengurangi Risiko Radang Usus

Sayuran yang kaya akan nitrat, seperti bayam, bisa membantu melindungi dari radang usus/lambung berkat keberadaan bakteri di dalam mulut. Hal ini diungkap oleh penelitian seorang ilmuwan Swedia. Temuan ini meragukan pendapat-pendapat sebelumnya bahwa makanan yang kaya nitrat bisa memiliki risiko kesehatan.
Joel Petersson dianugerahi gelar PhD oleh Universitas Uppsala karena penelitian ini, dimana dia menunjukkan bahwa mencit yang memakan diet kaya nitrat memiliki lapisan mukus lebih tebal pada lambung, sehingga melindunginya dari asam hidroklorat yang terdapat dalam asam lambung dan mengurangi risiko radang usus/lambung.


Petersson menemukan bahwa bakteri mulut memegang peranan penting dalam proses ini. Nitrat-nitrat pada makanan diserap dalam usus dan memasuki aliran darah. Dari sini nitrat-nitrat tersebut masuk ke dalam saliva tetapi direduksi menjadi nitrit oleh bakteri mulut. Setelah tertelan, nitrit-nitrit tersebut direduksi menjadi oksida nitrat oleh asam lambung. Oksida nitrat, sebuah molekul pensinyalan penting, memicu peningkatan aliran darah ke lambung, sehingga membantu memperbaharui dan mempertebal lapisan mukus.

Ketika Petersson memberikan obat kumur antibakteri kepada mencit untuk membunuh bakteri mulut, dia menemukan bahwa mencit-mencit tersebut lebih rentan terhadap radang usus. Dia menyebutkan bahwa orang yang menggunakan obat-obat kumur seperti ini secara teratur bisa berisiko, khususnya jika mereka juga sering memakai obat penghilang nyeri nonsteroid seperti aspirin yang juga bisa merusak lapisan dinding lambung. “Ada cara lain yang jauh lebih aman untuk menghambat produksi senyawa yang menimbulkan nafas tidak sedap dalam mulut,” ungkapnya.

Sekitar 60 sampai 80 persen nitrat yang dikonsumsi pada diet normal orang-orang Barat berasal dari sayuran, dengan gula bit, seledri dan bayam yang mengandung kadar nitrat tinggi, antara 1-3g per kilo.

Penelitian-penelitian di tahun 1970an menyebutkan ada hubungan antara kadar nitrat yang tinggi dalam air minum dengan kanker lambung dan metaemoglobinemia. “Selama ini kita telah menghabiskan banyak dana untuk mencoba mengurangi kadar nitrat dalam air minum sementara tidak ada bukti nyata yang menunjukkan bahwa keberadaan nitrat ini berbahaya bagi manusia. Kalaupun anda memakan banyak nitrat, maka itu tidak jadi masalah, nitrat-nitrat tersebut akan keluar bersama urin,” kata Petersson.

Nigel ‘Ben’ Benjamin, yang sekarang menjadi konsultan penyakit akut di Istitut Kedokteran Peninsula, Plymouth, Inggris, menemukan mekanisme protektif berbeda untuk nitrat pada tahun 1990an. Dia menunjukkan bahwa kombinasi oksida nitrat dan asam nitrat mengontrol pertumbuhan bakteri berbahaya seperti salmonella dalam usus. “Penelitian Petersson telah menunjukkan efek ini pada hewan dan saya menduga bahwa hal yang sama juga terjadi pada lambung manusia,” kata Benjamin. “Ini adalah penelitian yang menarik dan bisa dijadikan alasan pendukung untuk memakan diet yang mengandung banyak sayuran segar.”


Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/


BACA SELENGKAPNYA.....