Pada zaman dahulu, di
daerah Asmat hiduplah seorang ahli seni pahat bernama Fumiripitsy. Fumiripitsy
mempunyai seorang teman karib. Mereka hidup aman dan damai. Pada waktu itu ada
seorang gadis cantik bernama Tewarautsy. Fumiripitsy kemudian jatuh cinta
keapada Tewarautsy si gadis yang cantik itu. Namun saying, jalinan cinta antara
Fumiripitsy dengan Tewarautsy tidak mendalam lantaran kedua insan ini tidak
pernah bertemu. Konon, di luar dugaan Fumiripitsy pada suatu hari melihat teman
karibnya bercanda mesra dengan Tewarautsy. Fumiritsy menjadi cemburu dan ia
berusaha menggoda gadis itu dan godaannya berhasil.
Pada suatu hari, Fumiripitsy dan
Tewarautsy berjanji untuk bertem dekat sebuah sungai, pada pagi hari. Rencana kedua
insane yang sedang mabuk asmara ini dirahasiakan agar tidak diketahui oleh
siapa pun. Setelah tiba hari yang ditentukan, dikala fajar merekah di ufuk
timur, Tewarautsy menyiapkan diri untuk pergi dan mengajak beberapa teman
wanitanya agar dapat pergi bersama-sama dengannya mencari ikan di tanjung, di
tempat yang mereka tentukan. Tanpa mengetahui rencan Tewarautsy teman-teman
setuju, lalu berangkatlah mereka ke tanjung. Setelah Tewarautsy bersama
teman-temannya berangkat, beberapa saat kemudian Fumiripitsy bersama teman
karibnya menyusul mereka. Ketika mendekati tempat yang telah dijanjikan,
Fumiripitsy berkata kepada teman karibnya, “Teman, saya mau pergi buang air di
hutan sana”. Boleh teman menunggu saya disini?” tanpa curiga ia membiarkan
Fumiripitsy pergi dengan sebuah perahu ke tepi sungai yang telah disepakati. Tinggallah
teman karibnya seorang diri.
Sebenarnya, kepergian Fumiripitsy
bukanlah untuk buang air, melainkan bertemu dengan kekasinya Tewarautsy. Mereka
kemudian bercanda ria. Sementara itu, temannya gelisah karena Fumiripitsy belum
juga muncul. Dengan perasaan ceman dan tak sabar menunggu, ia bergegas menyusul
Fumiripitsy dengan berjalan kaki. Dalam perjalanannya ia terus menerus
memikirkan Fumiripitsy. Dibenaknya berkecamuk berbagai pertanyaan yang
menghantui, :”apakah yang telah terjadi atas Fumiripitsy? Apakah ia hilang di
hutan..? ataukah telah diserang oleh binatang buas..?
Setelah beberapa waktu lamanya,
lewat celah-celah pohon ia melihat Fumiripitsy sedang asyik bercanda dengan seorang
gadis. Ia penasaran, ingin cepat mengetahui siapa gadis itu sesungguhnya. Dengan
hati-hati, agar tidak diketahui oleh keduanya, ia mendekati mereka, “aha,
ternyata gadis itu adalah Tewarautsy”. Hatinya kesal dan marah. Kemudian ia
melangkah menuju perahu yang sedang berlabuh di tepi sungai yang dipakai oleh
teman karibnya itu. Dinaikinya perahu itu dan pulang ke kampong.
Setelah puas bercanda dengan
kekasihnya, ia kembali ke tepi sungai. Setibanya disana, tenyata perahunya
telah tiada. Lalu ia memanggil-manggil teman karibnya itu dengan suara kesal, “sahabaaaat…
saaahaaabbbaaat! Dimana engkau sekarang? Mari kita pulang ke kampong!” walaupun
suara Fumiripitsy sangat keras dan masih dapat didengar oleh teman karibnya,
temannya tidak menghiraukan. Ia terus mendayung perahu ke kampong. Dengan rasa
sedih ia menyesal Fumiripitsy menemui kekasihnya. Fumiripitsy bertanya kepada
kekasihnya, “bagaimana cara saya dapat kembali ke kampong?” Tewarautsy memutar
otak, memikirkan cara yang perlu ditempuh oleh kepulangan kekasinya. Ia akhirnya
menemukan gagasan. Si ahli pahat harus dibungkus dengan daun nipah lalu diikat
dan diletakkan di haluan perahu. Mungkin dengan cara demikian kekasihnya dapat
tiba di kampung, pikirnya dalam hati.
Keduanya segera
melaksanakan gagasan itu. Tetapi apa yang terjadi dalam perjalanan? Malang tak
dapat dirah mujur tak dapat ditolak. Sementara dalam perjalanan pulang, perahu
yang ditumpanginya Fumiripitsy dihadang angin rebut, dihempas ombak setinggi
gunung. Akibatnya, tali pengikat Fumiripitsy terlepas dari perahu dan jatuh ke
dalam sungai. Tewarautsy tidak dapat berbuat apa-apa kecuali mendayung
perahunya untuk pulang ke kampong.
Setibanya di kampong, Tewarautsy
menceritakan kejadian yang telah menimpanya bersama Fumiriptsy kepada
teman-teman wanitanya yang lebih dahulu pulang. Mendengar cerita itu semua
temannya merebahkan diri ke tanah sambil menangisi si ahli pahat yang telah
tenggelam. Ketika cerita tersebut sampai ke telinga penduduk kampong, mereka
memutuskan untuk mencari Fumiripitsy dari muara sampai ke hulu sungai. Ternyata
usaha sia-sia, Fumiripitsy telah dibawa arus sungai dan terdampar di pantai
utara sungai Yet dalam keadaan tak bernyawa.
Konon yang berhasil
menemukan mayat Fumiripitsy adalah Eer dan Samaar. Setelah mengetahui
fumiripitsy sudah tak bernywa, timbullah hasrat Eer dan Samaar untuk
menghidupkan kembali Fumiripitsy. Untuk mewujudkan hasrat tersebut, mereka
berdua memanggil semua burung yang berada disekitar daerah itu dan bertanya, “Siapa
diantara kali yang sanggup menghidupkan mayat Fumiripitsy?” namun tak seekor
pun yang sanggup menjawabnya, karena tidak mampu menhidupkannya.
Tiba-tiba datanglah seekor burung
Aseh (Pembawa Berita). Setelah melihat keadaan Fumiripitsy, Burung Aseh segera
terbang menemui Burung Rajawali. Burung Aseh menceritakan kejadian yang
dilihatnya kepada burung Rajawali. Setelah mendengar, Burung Rajawali langsung
mengumpulkan ramuan yang terdiri dari telur buaya, telur ayam hutan, dan telur
kasuari, lalu berangkat menghampiri mayat Fumiripitsy dengan ramuan yang telah
dibawanya. Telur ayam hutan tersebut dipecahkan lalu digosokkan di seluruh
tubuh sang ahli pahat. Selanjutnya digosok dengan telur buaya dengan cara yang
sama. Cara yang sama pula dipakai untuk telur kasuari. Dengan gosokan tersebut
tubuh Fumiripitsy muliai bergerak, kemudian duduk dan akhirnya dapat berjalan. Fumiripitsy
benar-benar telah hidup kembali. Kemudian diantara oleh Eer dan Samaar pulang
ke kampungnya.
Beberapa hari kemudian,
Fumiripitsy membangun sebuah “Yayuro” (Rumah Panjang). Ruangannya dihiasi oleh
patung hasil karya Fumiripitsy sendiri termasuk diberi nama “Mbis) (patung
Panjang) yang pertama. Selain Mbis, Fumiripitsy juga membuat “Eme” (Tifa) yang
indah sekali. Eme dapat dibunyikan secara perlahan-lahan atau cepat maupun
sangat cepat. Apabila eme di-tabuh, Mbisa dan patung lainnya yang tergantung di
dinding ruangan itu akan menjelma menjadi manusia dan bergerak keluar lalu
menari. Mereka menari menari-nari meningikuti irama eme. Fumiripitsy berkata
kepada Mbis dan kawan-kawannya, “Mulai saat ini, kamu menjadi anak-anakku. Oleh
karena itu, pergi dan tempati seluruh pelosok daerah lain.”
Melalui cerita inilah suku Asmat percaya bahwa
nenek moyang Fumiripitsy telah menurunkan suku Asmat melalui Mbis karena adanya
kepercayaan bahwa mereka adalah keturuan Mbis yang diciptakan oleh Fumiripitsy
seorang ahli pahat, Bagi suku Asmat kegiatan mengukir, menganyam, menyanyi, dan
menari-nari merupakan pusat kehidupan mereka. Bagi orang Asmat kalau tidak
memiliki keterampilan mengukir, menganyam, dan menari-nari berarti mati.
Jadi tambah pengetahuan lagi, terima kasih untuk pengetahuan nya.
ReplyDeleteoke, sama-sama brow.
ReplyDelete