Memang
akhir-akhir ini saya merasa sedikit tertekan. Saat malam, Tidur pun tidak
terasa, begitu pula dengan siang. Waktu ini terasa sangat cepat pergi berlalu
tanpa pamit. Bingung rasanya, apakah selama ini saya tertidur berselimutkan
awan malam..?. Pilu terasa sampe di
tulang, seakan menembus jantung yang penuh dengan harapan. Entah apalah itu, yang saya rasakan ini
adalah rasaku, bukan rasamu. Hanya saya
yang tau rasa itu, Rasa yang sangat menyiksa jiwa. Hidup dimasa-masa seperti
itu sangat tidak memberikan harapan yang pasti,
seakan mengejar mimpi yang belum tentu benar adanya.
Tidak seorang
pun mengetahui misteri kehidupannya. Saya pun demikian, tidak pernah mengira kalau masa sperti ini
akan saya lalui. Sungguh, orang bilang “hidup itu misteri yang harus diungkap”
itu memang benar adanya. Menempuh jalan
yang tidak seorangpun mengetahui kecuali Bapa yang menciptakanku. ini merupakan
sejarah dalam kehidupan saya. Melewatkan waktu berharga dengan kegiatan yang
tidak berarti. Hati kecilku berkata “Robi, ini bukan dirimu sebenarnya, kamu
adalah orang yang menghargai waktu”. Tapi apa dayaku, nasib berkata lain.
Diakhir bahagiaku, sedihku pun ku genggam. Perlahan, satu persatu orang yang
menjadi panutan, penasehat, sekaligus mativatorku pulang kembali ke pangkuan
sang Pencipta.
Lengkaplah semua
penderitaanku, “siapa ka, harapanku selanjutnya..?” sahutku dengan nada suara
yang putus-putus. Semangatku pergi berlalu. Jauh.....!! diatas awan-awan, yang
makin lama makin tidak jelas. Kata yang tepat untukku saat-saat tersebut adalah
“MENUNGGU” hingga semangat itu kembali ke sisiku bersama waktu yang sili
berganti. Sambil berharap ada mukjizat yang datang secara tak terduga. Tentunya
uluran yang tulus, tanpa pamri.
Di kesempatan
lain, saya menyadari kalau saat ini merupakan saat yang paling menentukan masa
depan. Kalau saya menyerah dengan keadaan ini, maka saya adalah orang yang
dilahirkan untuk lari dari masalah. Perasaan gunda-gulana, terus menerpa sudut-sudut hati seakan
berusaha untuk meluluhkan sisa-sisa semangat yang tersimpan.
Sore ini, saya
duduk termenung di dalam kamar yang terlihat sempit. Sempit karena penuh dengan
tumpukan-tumpukan buku yang tidak saya
butuhkan saat-saat tersebut. Teringat sekali di ingatan, pesan yang pernah
diberikan oleh seorang pendeta kepada mahasiswa Papua, di Aula Kamasan Papua
Bogor bahwa, “hidup itu seimbang, ada kalanya kita senang. Adapula waktunya
untuk kita bersedih” semua berjalan dengan dinamis. Di sela-sela kesempatan
tersebut pendeta juga mengatakan bahwa kebanyakan orang menikmati hidup disaat
orang tersebut dilanda masalah sehingga ingatan tersebut memberikan kesan bahwa
susah itu sangat menyulitkan dan memberikan kesan yang buruk. Seandainya bila
orang mau menikmati kesenangan maka mereka akan mengetahui betapa indahnya
kesenangan itu. Keduanya berjalan secara dinamis, tergantung dari pribadi kita
masing-masing untuk memaknainya, sahut pendeta
diakhir khotbahnya.
Saya baru sadar
kalau itu hanya cobaan bagiku. Saya harus lebih kuat dan berani melewati semua
dengan penuh semangat. Mungkin selama ini saya tidak terlalu memaknai hidup dan
terlalu terbawa kesenangan belaka. Bagiku, hal ini merupakan kenangan paling
tidak mengenakan sekaligus paling berharga karena tidak semua orang merasakan
hal yang sama. Pengalaman yang tidak bisa dibeli oleh uang, berapa pun
harganya.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungan anda. Silahkan berikan tanggapan/saran/sanggahan/motivasi atau apapun yang berkaitan dengan postingan diatas. Mohon maaf, Apabila mengandung Komentar yang bersifat:
1. Pornografi.
2. Rasisme.
3. SPAM.
4. atau Apapun yang menyinggung orang/pihak lain maka komentarnya akan dihapus. Terimakasih