02 December 2010

Bahaya Membatasi Karbohidrat


Banyak orang salah kaprah memahami manfaat dan kekurangan dari karbohidrat. Saat menjalani program diet, kebanyakan wanita seringkali membatasi asupan karbohidrat dalam porsi terlalu ekstrem. Hal ini karena mereka menganggap, tanpa asupan karbohidrat mampu membantu menurunkan berat badan dengan drastis.

Tak mengherankan jika keinginan memotong asupan karbohidrat muncul di saat seseorang ingin langsing instan. Namun di balik itu semua, ada hal yang perlu Anda tahu tentang karbohidrat, agar tidak mengalami Carbophobia.

Mark Haub seorang profesor di bidang nutrisi dari Kansas State University, AS, menyatakan, manusia sangat membutuhkan asupan karbohidrat yang cukup. Karbohidrat tetap diperlukan dalam medu diet Anda, sebab zat nutrisi yang biasa didapat dari nasi, kentang, dan jagung ini peranan sangat penting untuk kesehatan.

“Membatasi karohidrat menyebabkan ketidakseimbangan dua hormon, insulin dan glukagon, yang menyebabkan kadar gula darah rendah. Efek dari kondisi ini antara lain, kurangnya energi dalam tubuh, ketagihan gula, ketagihan kafein, rentan sakit kepala, perubahan suasana hati, kegelisahan dan depresi,” katanya seperti dikutip dari laman Shine.

Dan perlu Anda tahu, menghindari karbohidrat justru bisa menyebabkan fluktuasi berat badan. Selain itu juga bisa menimbulkan konsekuensi serius dan lebih dalam jangka panjang seperti menyebabkan penyakit jantung.

"Diet ini [rendah karbohidrat] cenderung berfokus pada makanan hewani, yang merupakan satu-satunya sumber lemak jenuh dan kolesterol," kata Dr. Michael Greger, seorang dokter dan juga penulis 'Carbophobia: The Scary Truth Behind America’s Low-Carb Craze'.

Dr. Greger juga menambahkan, "Lemak adalah nomor satu penyebab kolesterol buruk atau LDL seseorang. Dan itu merupakan faktor utama yang menyebabkan risiko kematian pada pria dan wanita setiap tahun.”

Diet terbaik adalah diet yang mengutamakan pemenuhan nutrisi secara utuh dan seimbang, Dr. Greger menyarankan. Yang mengandung karbohidrat sederhana dan utuh, mengandung lemak, protein, vitamin, mineral ditambah dengan olahraga teratur.”
BACA SELENGKAPNYA.....

Perut Buncit Tingkatkan Risiko Osteoporosis


Apakah bentuk tubuh Anda menyerupai apel atau buah pir? Studi di Amerika Serikat menemukan, wanita kelebihan berat badan dengan bentuk tubuh menyerupai buah apel lebih rentan osteoporosis dibandingkan mereka yang memiliki tubuh berbentuk buah pir.

Seperti dikutip dari laman Times of India, wanita bertubuh apel umumnya memiliki timbunan lemak yang terkonsentrasi di sekitar perut. Sementara timbunan lemak wanita bertubuh buah pir terkonsentrasi di sekitar pinggul dan paha.

Peneliti melibatkan 50 partisipan wanita kelebihan berat badan, usia 40 tahun ke atas dengan indeks massa tubuh rata-rata 30. Selain memindai distribusi lemak dalam tubuh, peneliti juga mengukur kepadatan tulang dalam tubuh.

Mereka yang memiliki konsentrasi lemak di jaringan otot dalam perut memiliki kepadatan mineral tulang lebih rendah dibandingkan mereka yang memiliki konsentrasi lemak di area pinggul dan paha. Rendahnya kepadatan mineral tulang jelas menunjukkan gejala osteoporosis.

"Kita tahu bahwa obesitas memicu masalah kesehatan utama di masyarakat. Dan, sekarang kita tahu bahwa obesitas di perut perlu diperhatikan sebagai faktor risiko osteoporosis dan masalah tulang," kata Dr Miriam Bredella, radiolog di Massachusetts General Hospital sekaligus profesor asal Harvard Medical School, kepada Telegraph.

Bagi Anda yang memiliki masalah tubuh berbentuk buah apel tak perlu kecil hati. Riset Universitas Northwestern, Illinois, menemukan bahwa wanita dengan bentuk tubuh apel memiliki kemampuan dalam tes ketangkasan mental yang lebih baik daripada mereka yang memiliki bentuk tubuh buah pir.
BACA SELENGKAPNYA.....

01 December 2010

Sarang Telur Laba-Laba Jadi Penutup Luka Ampuh

KOMPAS.com - Plester luka, perban serta bahan obat seperti salep ternyata masih kurang efektif. Cara tradisional seperti penggunaan sarang telur laba-laba terbukti lewat penelitian lebih efektif.

Hal tersebut diungkapkan dalam penelitian Rezza Putri Mahartika, Fauzizah Fatma Ningrum dan Erissa Hanifah, siswi-siswi MTs Negeri Kediri II Jawa Timur, salah satu finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja Ke-42 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

"Terpikir meneliti ini (sarang telur laba-laba) karena nenek saya sering menggunakannya kalau saya luka ketika kecil," ujar Rezza yang dahulu tak mengerti bahwa yang digunakan neneknya adalah sarang telur laba-laba. Ia dahulu hanya mendeskripsikannya sebagai kotoran berwarna putih seperti kapas. Lewat penelitian ini, ia hendak membuktikan secara ilmiah tentang manfaat dari sarang telur laba-laba itu.

Rezza bersama kawan-kawannya memulai penelitiannya di sekolah dengan mengujicobakan penggunaan sarang telur laba-laba untuk menutup luka pada mencit. Ia membuat sayatan pada beberapa mencit dengan pisau cukur untuk membuat luka, kemudian menutupnya dengan sarang telur laba-laba tersebut. Ia mengontrol luka setiap harinya untuk mengetahui apakah luka sudah mengering dan menutup.

"Dari hasilnya, luka sudah bisa mengering dan menutup pada hari ke 5. Sementara penggunaan salep, plester, lukanya masih basah pada hari kelima tersebut," jelas Rezza. Luka yang telah mengering dan menutup bisa dilihat dari tumbuhnya jaringan di permukaan kulit yang disebut epidermis.

Penasaran dengan hasil ujiocoba itu, Rezza dan timnya kemudian membawa sampel sarang telur laba-laba ke Pusat Penelitian lmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Tangerang. Ia melakukan analisis tentang ciri-ciri sarang telur laba-laba tersebut sehingga bisa mengetahui karakter penyusun bahannya yang mendukung proses penutupan luka.

"Hasil analisa polimer menunjukkan bahwa polimer berbentuk kristal. sementara jenis polimernya adalah protein," jelas Rezza. Menurutnya, polimer yang berbentuk kristal bisa berinteraksi dengan darah sehingga mendukung proses pembekuan. Sementara itu, bahan protein yang terkandung dalam sarang laba-laba memiliki peran untuk membantu proses pembenkuan darah.

Manfaat bahan sarang telur laba-laba juga terbukti dari ukuran serat fiber penyusunnya. "Serat fibernya berukuran 200 hingga 500 nanometer. Kalau ukuran serat fiber kurang dari 500 nanometer, maka fiber tersebut baik untuk kepentingan medis," terang Rezza yang menghabiskan sekitar 11 juta untuk penelitian dan biaya hidup selama meneliti di Puspiptek, Serpong.

Ditanya tentang kemungkinan sarang telur laba-laba menjadi produk komersial, Rezza mengatakan, "Masih perlu penelitian lebih lanjut." Namun, ia menjelaskan bahwa sarang telur laba-laba ini sangat baik untuk menutup luka sebab mengandung bahan anti mikroba sehingga bisa mencegah infeksi.

Penelitian Rezza dan timnya masuk dalam babak final Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja ke 42 yang diselenggarakan LIPI pada hari ini (22/11/10) di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat.
BACA SELENGKAPNYA.....

Mengapa Baju Baru Harus Dicuci Dulu?


Anda pasti excited ketika membeli baju baru dengan model yang sudah lama Anda idam-idamkan. Sampai-sampai, Anda tak mau menunggu hingga baju baru itu dicuci lebih dulu sebelum dipakai.

Namun, ada sebuah laporan mengenai seseorang yang mengalami sakit kepala dan nyeri tenggorokan akibat tidak sabar untuk memakai pakaian baru. Padahal mencuci penting dilakukan untuk
membuang bahan-bahan kimia yang biasa digunakan untuk membuat pakaian terlihat tetap baru.

Substansi seperti formaldehyde dan banyak senyawa penyebab alergi lain digunakan pada bahan pakaian untuk berbagai alasan. Di antaranya, untuk membantu mencegah pakaian jadi kusut, dan menyusut. Hanya sekali mencuci, sebenarnya sudah bisa menghilangkan atau mengurangi kadar substansi ini.

Di Amerika, penggunaan formaldehyde dalam pakaian tidak ada aturannya. Namun beberapa negara memberlakukan kadar maksimal yang boleh digunakan. Laporan terbaru dari U.S. Government Accountability Office (GAO) menyebutkan bahwa kadar dalam produk tekstil yang diuji di Amerika sudah memenuhi standar paling ketat daripada yang ditetapkan di tempat lain, sekitar 75 ppm (part per million, satuan kadar atau konsentrasi) untuk item yang mengalami kontak langsung dengan kulit.

Namun pernyataan tersebut rupanya tidak cukup bagi sebagian orang. Diperkirakan, sekitar 9 persen dari populasi Amerika sangat sensitif terhadap formaldehyde, sehingga paparan dari level yang rendah pun sudah cukup menyebabkan bintik-bintik merah pada kulit, atau beberapa reaksi alergi. Beberapa item yang diuji GAO mencapai angka 200 ppm. Menurut laporan GAO, karakteristik dermatitis akibat paparan formaldehyde antara lain bercak kemerahan, bengkak, lecet, dan kulit bersisik yang gatal atau panas.

Entah apakah produk garmen di Indonesia juga mengenakan bahan-bahan kimir seperti ini. Bagaimanapun, mencuci baju baru tetap penting dilakukan, untuk membersihkan keringat atau kotoran dari orang lain yang mencoba pakaian tersebut sebelum Anda. Atau, saat membeli, mintalah stok pakaian yang masih baru (terlipat dalam bungkus plastik).
BACA SELENGKAPNYA.....